Minggu, 24 November 2013




: Posted on Minggu, 24 November 2013 - 03.23 with No comments

Orang-orang Di Persimpangan. Tema sebuah cerpen atau cerita pendek bisa bisa berupa apa saja. Bisa diambil dari kisah keseharian yang sederhana dan mudah dicerna. Bisa juga ditumpangi pesan-pesan falsafah yang rumit dan njelimet. Cerpen atau cerita pendek yang disajikan pada posting ini adalah tentang dampak pemilu bagi rakyat kecil. Para tukang becak yang bersahaja diambil sebagai contoh wakil dari para rakyat kecil.
Persimpangan. Johan Suryantoro
Orang-orang Di Persimpangan
Oleh: Johan Suryantoro

Suara tertawa itu makin terdengar riuh. Padahal pengunjung warung itu hanya 4 orang. Lalu terdengar lagi suara ketawa cekaka'an itu. Sekarang sudah jam 1 siang lebih 7 menit. Orang sudah selesai makan siang. Memang waktu yang pas untuk tertawa cekaka'an. Perut sudah kenyang, hati jadi senang. Ya sudah, tertawa saja. Apa pun bisa dijadikan alasan untuk tertawa. Dari tingkah mbah Kamiso yang sering bersin-bersin sampai kelakuan pak lurah yang bingung menghitung BLT. Dari kesibukan para pejabat mencari peluang untuk mengantongi uang proyek sampai cerita tentang para caleg yang kalang-kabut menyusun konsep pidato untuk kampanye nanti. Tentang para manager yang pusing cari alasan untuk mengegolkan rencana efisiensi sampai ulah para karyawan yang berebut posisi puncak. Wis, pokok’e buanyak mbanget yang bisa ditertawakan.

Pak Wajimo kembali memesan segelas kopi. Ini gelas kopi kedua yang sudah dipesannya sejak selesai makan siang tadi. Laki-laki paruh baya ini memang terkenal hobby minum kopi. Penggemar berat kopi. Kopi untuk dia harus kental dan tidak terlalu manis. Minumnya sambil menghisap rokok lintingan tembakau strongking. Bul..bul...bul…, kayak sepur.

"Iya lho, ini betul. Kalau ndak menghasilkan uang, ya ndak usah dikerjakan. Kalau pun ndak menghasilkan uang, paling ndak bisa menghasilkan pahala. Kalau kedua hal itu ndak bisa didapat, ya tidur aja", itu suara pak Wajimo. Lalu mulutnya menghembuskan kepulan asap rokok.

3 orang temannya tampak mantuk-mantuk mengiyakan. Memang pak Wajimo itu yang paling tua diantara mereka. Kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu yang paling didengar oleh yang lain. Yang paling senior, kata mbok Darni yang warungnya hampir tiap hari menjadi tempat nongkrong 4 sekawan itu. Mereka berempat berprofesi sebagai tukang becak. Mangkalnya di perempatan tempat warungnya mbok Darmi. Wis.., memang pas mbanget.

=======

Hari ke-23

Setting : warungnya mbok Darmi. Setelah makan siang.

"Kang...", pak Pardi seperti mau menanyakan sesuatu pada pak Wajimo. Pak Pardi ini umurnya lebih muda 8 tahun dari pak Wajimo.

"Kamu mau tanya apa, Di? Mumpung sekarang sudah waktunya sesi tanya jawab. Silahkan tanya apa saja. Tapi kalau yang menyangkut soal hukum, biar pengacaraku saja yang njawab", pak Wajimo menyahut sekenanya.

"Walah...sampeyan ini, kayak selebritis aja. Begini kang, sebentar lagi kan mau ada pemilu. Kang Jimo mau nyoblos siapa?", biarpun pertanyaannya ndak serius, tapi pak Pardi tetap aja pasang muka serius.

"Paling kang Jimo nyoblos yang di rumah", tiba-tiba terdengar suara mbok Darmi menjawab. Tanpa dikomando, langsung terdengar suara tertawa cekaka'an di warung itu. Mungkin memang sudah waktunya warung itu diberi nama Warung Cekaka'an.

Pak Wajimo memberi isyarat pada teman-temannya untuk meredakan suara tawa mereka.

"Ini pertanyaan bagus dan pantas dijawab dengan jawaban terbaik. Aku mau milih atau nyoblos siapa, sebetulnya ndak ada yang boleh tahu. Wong azas pemilu itu kan langsung, umum, bebas dan rahasia. Iya ndak?". Teman-teman pak Wajimo serentak mantuk-mantuk. Entah karena mengerti, entah gara-gara ngantuk.

"Tapi kalau tetap ada yang tanya nanti aku milih siapa, jawabannya ndak ada yang aku pilih".
"Berarti sampeyan golput, kang", pak Kasmo yang biasanya cuma mesam-mesem secara reflek bersuara mendengar pernyataan pak Wajimo itu.

"Lha...siapa yang mau dipilih kalau memang ndak ada yang pantas untuk dipilih. Dari dulu sampai sekarang, sudah bolak-balik ganti pimpinan, aku tetap aja mbecak sampai bosan. Sudah ikut keliling kota untuk kampanye. Ceritanya jadi tim sukses lah. Supaya mereka menang. Tapi ya tetap aja begini. Pemilu sekarang ini sudah mirip dagelan. Pokok'e, pemilu sekarang ini, preeet, bukan untuk rakyat, tapi untuk keparat. Gara-gara ndak ikut milih, aku ndak mau dituduh golput. Wong kulitku ireng gini. Tapi manis kan", pak Wajimo menjelaskan sambil mengangkat-angkat alisnya. Membuat teman-temannya yang semula serius mendengarkan, jadi serentak memonyongkan mulutnya. Kini giliran pak Wajimo yang ketawa cekaka'an.

======

Hari ke-24

Warung mbok Darmi sudah tidak ada lagi di perempatan itu. Tadi pagi sudah digusur Satpol PP. Becak-becak juga sekarang tidak boleh mangkal di perempatan itu lagi. Katanya mengganggu pemandangan kota. Tidak tahu, suara tawa cekaka'an itu sekarang pindah kemana lagi. Yah..., begitulah kehidupan. Apa yang tidak disuka, rasanya harus disingkirkan.


Bagikan :


Posting Komentar


Copyright © 2013. Johan Suryantoro | Template by Full Blog Design | Proudly powered by Blogger
ZonaAero