Minggu, 24 November 2013




: Posted on Minggu, 24 November 2013 - 02.18 with No comments

Mbok Supiah Menyambut Tamu. Cerpen itu singkatan dari cerita pendek. Dalam cerita pendek ini dikisahkan tentang seorang ibu di daerah Jogjakarta yang sedang sibuk menyambut kedatangan anak tunggalnya yang bekerja di Jakarta. Si anak akan dating mengunjungi ibunya sambil mengajak seorang teman baiknya di Jakarta. Teman si anak ini sama sekali tidak paham dengan bahasa Jawa, sedangkan si ibu juga tidak bisa berbahasa Indonesia. Maklumlah, namanya juga wong ndeso.
Dapur. Johan Suryantoro
Mbok Supiah Menyambut Tamu
Oleh: Johan Suryantoro

Udara siang itu terasa lebih panas dari biasanya. Sudah sebulan tidak turun hujan. Mungkin udara sak daerah Jogjakarta memang lagi seperti itu. Tapi orang-orang di Kalasan tetap dengan kegiatan rutinnya. Yang lagi ngantor, ya tetap aja ngantor. Soalnya kalau mbolos nanti malah dipecat. Yang mbecak, ya tetap cari penumpang. Yang lagi macul, ya terpaksa keringatnya lebih banyak mengucur. Mambune.

Tapi mbok Supiah tidak melakukan aktifitas rutin hari itu. Dia tidak mbatik seperti biasa dan pagi-pagi sudah pergi ke pasar. Padahal di sebelah rumah ada warungnya mbak Njanjilah yang jualan bumbu dapur, beberapa jenis sayuran, dan keperluan sehari-hari lainnya. Pasti ada apa-apanya ini, sampai-sampai mbok Supiah harus merasa perlu belanja ke pasar.

Selidik punya selidik, ternyata si Pardi, anak semata wayang kulitnya mbok Supiah yang kerja di Jakarta itu akan datang hari ini. Pardi bilang dia mengajak seorang temannya. Teman baik, bilangnya. Kemarin malam dia ngomong begitu pada simboknya melalui hp yang dipinjamkan oleh mbak Njanjilah. Malah si Pardi minta dibuatkan sayur bobor sebelum menutup percakapan.

Ini yang sudah lama ditunggu oleh mbok Supiah. Perempuan tengah baya yang sudah ditinggal suaminya ke alam baqa 6 tahun lalu ini akhirnya bisa punya kesempatan lagi membuat masakan untuk anaknya itu. Koq jadi mirip ibuku ya. Selalu ingin apa yang aku makan harus beliau yang masak. Lho..., koq aku jadi ikutan dalam cerita ini ya? Keluar lagi ah...

Akhirnya semua sudah siap. Masakan sederhana ala mbok Supiah. Sayurnya ada 2 macam, sayur bobor dan sayur lodeh, krupuk gendar, sambelnya ada 2 macam juga, sambel terasi dan sambel kecap asin. Nasinya dikukus pakai daun pandan. Semua bahannya harus dibeli di pasar. Itu peraturannya mbok Supiah. Bukan peraturanya pemda Sleman.

Saat sedang mengaru nasi, mbok Supiah mendengar orang mengucap salam di teras rumah. Wah.., iki pasti si Pardi karo kancane kuwi, batin simbok sambil bergegas ke ruang tamu.

"Lha.., tenan to., kuwi mau pasti suaramu. Wis ndang mlebu. Iku, kancamu diajak mlebu pisan. Diajak mangan. Mbok wis masak gawe awakmu", mbok Supiah bungah banget menyambut kedatatang anaknya. Maaf ya, teks terjemahannya belum dibuat. Bagi yang tidak paham bahasa jawa, dikira-kira aja deh artinya.

Pardi meminta temannya itu untuk makan lebih dulu, nanti dia nyusul. Pardi mau mengantar titipan obatnya pakde Mul dulu. Khawatir sudah ditunggu. Tanpa sempat disela lagi, Pardi sudah meluncur ke rumah pakde Mul. Tapi sudah agak jauh dari rumah dia baru ingat kalau mboknya itu tidak bisa bahasa Indonesia. Sedangkan si Anton, temannya itu, tidak paham bahasa jawa. Tahunya cuma inggih aja. Bisa terjadi misscomunication nih. Tapi aku cuma sebentar koq, batin Pardi sambil melanjutkan perjalanannya.

Sementara itu di rumah, mbok Supiah sudah membawa si Anton ke meja makan. Anton yang memang sudah lapar banget, langsung bersuka cita mirip orang menang lotere.

"Iki lho masak'ane mbok. Ndang dipangan, sedelok maneh si Pardi teko. Iki segone, iki krupuk, iki sambel terasi, iki sambel kecap, iki jangan, iki juga jangan", ucap mbok Supiah sambil menunjuk-nunjuk masakan yang sudah tersaji di meja makan. Anton cuma membalas dengan beringgah-inggih.

"Mangano disik yo. Mbok arep nyiapke kamarmu wong loro. Pasti kepingin leyeh-leyeh. Pegel-pegel mari numpak sepur sa'mono adohe", kata mbok Supiah pada Anton. Lalu segera menuju bekas kamarnya Pardi. Sepertinya simbok ndak memperhatikan perubahan raut wajah Anton.

Tidak lama kemudian Pardi sudah sampai ke rumah lagi dan segera menuju meja makan. Tapi dia menjadi heran melihat Anton makan sambil berkeringat. Wajahnya tampak memerah karena kepedasan. Lagi pula koq tumben Anton cuma makan pakai krupuk dan sambal. Padahal biasanya dia itu sebangsa mahluk herbivora. Penggemar sayuran.

"Koq ndak makan pakai sayur?", tanya Pardi masih keheranan.
"Kata ibumu sayurnya ndak boleh dimakan", jawab Anton sambil mangap-mangap dan segera mengambil air minum. Kepedasan.
"Masa' sih? Memangnya simbok bilang apa?", tanya Pardi tidak percaya.
"Ibumu bilang, iki jangan, iki jangan", jawab Anton sambil menunjuk sayur bobor dan sayur lodeh di depannya.

Pardi secara reflek menepuk jidatnya sendiri. "Dasar guoblok. Jangan itu artinya sayur, bukan ndak boleh dimakan. Iki jangan, iki jangan itu maksudnya ini sayur, ini sayur". Anton cuma bisa bengong mendengar penjelasan dari Pardi. Lupa pada rasa pedas yang tadi menghajar lidah dan mulutnya.


Bagikan :


Posting Komentar


Copyright © 2013. Johan Suryantoro | Template by Full Blog Design | Proudly powered by Blogger
ZonaAero