Oleh: Johan Suryantoro
Ini gelas kedua kopi instan yang sudah aku buat malam ini. Perjalanan malam sudah makin larut, memasuki dini hari. Jam 1 kurang seperemat. Gelas kopi yang pertama sudah menjadi penghuni bak cuci piring.
Aku kembali menekuni tuts demi tuts pada keyboard. Masih bercerita tentang malam. Tentang seseorang yang selalu aku cari sosoknya. Tentang sebuah dunia yang terus menggulirkan kisah-kisahnya. Dari titik kecil yang meloncat ke hamparan besar. Dan selalu menjadi bagian kecil dari jutaan cerita. Hingga aku kembali pada sosok seorang Keken. Tokoh sentral dalam serial cerpen "Hari-hari Keken" yang sudah beberapa kali aku terbitkan. Gadis yang selalu berusaha tidur diatas mimpi-mimpinya. Tapi tidak untuk malam ini. Seperti aku, malam ini Keken belum terlelap dalam jubah sang malam.
=======
Keken kembali meneguk kopi instan dari gelas besar itu. (Aku sengaja menulis bahwa dia juga sedang minum kopi instan malam ini. Sebab aku tidak bisa membayangkan dia sedang minum es teler saat malam makin larut. Menurutku, itu cari penyakit). Sesekali Keken menoleh keluar jendela kamar. Ada bayangan bulan yang mengintip dari sela-sela daun pohon kelapa. Malam ke 22. Bulan jadi terlambat muncul. Seperti dia, ujar Keken dalam hati. Kembali Keken mengetikkan sesuatu pada tuts keyboard laptop. Sekedar update status di facebook. "Malam ini, hanya ada aku dan rembulan".
Dia selalu terlambat muncul. Bahkan sering tidak muncul sama sekali. Waktunya selalu tersita untuk yang lain. Hari-hari Keken lebih banyak dihabiskan untuk kegiatan di kampus, untuk keluarga bulek Sul tempatnya tinggal di Semarang ini, kadang sibuk menggarap order desain iklan dari kantor dimana Keken bekerja paruh waktu. Saat menjelang tidur, browsing dulu di dunia internet. Itu saja. Tanpa ada dia. Dan ajaibnya, ini sudah menjelang 3 minggu terjadi.
Keken merasa tidak sedang berbicara tentang dirinya saja. Tapi tentang sebuah komitmen. Tentang dirinya dan dia. (Dia siapa? Ya pacar si Keken lah. Siapa namanya? Bagaimana kalau kita beri nama Otong? Ok, bisa diterima dengan kesepakatan bulat). Tentang Otong yang hampir tidak punya waktu lagi untuk Keken. Sudah tidak punya waktu lagi untuk sekedar menyapa melalui telepon dan bilang "Hallo sayang, bagaimana kabarmu hari ini. Maaf ya, aku belum bisa menemuimu. Rumah ortu lagi digusur satpol PP nih". Misalnya.
Tapi itu tidak terjadi. Sebenarnya bisa saja Keken bersikap cuek bebek atau cuek ayam kalkun. Toh Keken punya seabrek kesibukan juga. Tapi, Otong kan pacarnya. Harusnya, yang terjadi seperti layaknya orang yang sedang berpacaran. Ada suasana malam minggu, duduk berdua di cafĂ©, atau sekedar jalan berdua di jalanan kota ini. Tapi, masa’ memang harus begitu sih prosedur orang yang lagi pacaran. Pakai undang-undang yang mana?
=======
Setting waktu sudah meloncat ke satu minggu kemudian. Lebihnya 2 hari.
Malam ini, seperti pada malam ke-22 itu, Keken kembali meneguk kopi instan dari gelas besar yang sama. Dan sesekali juga dia menoleh keluar jendela. Tapi hanya langit dan beberapa bintang yang mengintip dari sela-sela daun pohon kelapa itu. Rembulan sudah berada di sisi langit yang lain. Bulan dengan sedikit bayangannya sudah muncul menjelang maghrib tadi. Tapi Otong sudah tidak pernah muncul lagi dalam hari-hari Keken. Aku tidak bisa berjalan dengan orang yang selalu menghindariku, begitu jawab Keken setiap ditanya tentang hal ini. Mereka bubar. Mungkin ini keputusan yang terbaik, mungkin juga tidak, siapa yang tahu.
Dan seperti biasa, sebelum tidur, Keken menulis sesuatu untuk update status pada facebook. "Untuk sementara, sendirian itu pilihan yang terbaik. Aku bisa memiliki hari-hariku sendiri sepenuhnya".
Aku rasa tidak perlu mengetikkan komentar atau memberi tanda like pada update status facebooknya itu. Karena ini hanya bagian dari sebuah cerpen.
=======
Aku hanya menganggukkan kepala mengetahui keputusan yang Keken ambil. Mungkin aku tidak pernah tahu, atau tidak pernah mau tahu, apa itu memang keputusan yang baik. Apa dalam kesendirian kita bisa menemukan arti hidup ini? Setahuku, hidup akan memberikan artinya saat kita membaginya pada orang lain. Pada keluarga, teman, kekasih, atau orang lain. Tapi setiap orang punya cara sendiri untuk menjalani hidupnya.
Aku meminum habis kopi instan terakhir. Sepertinya cerpen tentang Keken ini sudah selesai aku ketik. Bisa saja dibuat panjang, tapi bukan cerpen lagi namanya. Malam sudah makin larut. Tekan tombol disconnection, dan matikan laptop. Ada selimut malam yang sudah menunggu.
Bagikan : | Tweet |
Posting Komentar