Rasanya belum lama tertidur lagi, telinga Keken yang sedang malas mendengarkan apa-apa jadi terjaga saat sayup-sayup ada suara yang memanggil namanya. Rasanya suara itu dari balik pintu.
"Hooii...Ken, kamu masih hidup atau sudah mati..?!!".
Busyet, itu bertanya atau mengajak berkelahi. Sekarang kepala Keken sudah ada dibawah bantal. Mendadak dia ingin pindah ke puncak Himalaya saja. Supaya tidak ada yang mengganggu tidurnya lagi.
"Keken, buka pintunya dong. Cepetan. Mau ambil gitarku nih. Ada latihan folk hari ini. Bisa terlambat nanti!". Lalu ada ketukkan berulang-ulang pada pintu. Diketuk atau digedor ya? Suaranya keras sekali. Cukup untuk membuat Keken jadi terloncat dari tempat tidur.
Saat membuka pintu, terlihat Anis berdiri sambil merengut. Langsung menerobos masuk. Ambil gitar yang tersandar di samping lemari. Lalu memandangi Keken yang masih mengucek-ucek mata.
"Tadi malam sampai jam berapa chatting sama si ceking? Ini sudah hampir jam 10. Katanya mau ngantar paket ke kantor pos", Anis mulai ngomel.
"Kantor pos? Ya ampun! Pantas aja jam beker itu teriak-teriak", Keken langsung ambil handuk dan perlengkapan mandinya. Langsung terbang ke kamar mandi.
"Dasar cewek geblek". Sambil geleng-geleng kepala Anis segera meninggalkan kamar yang selalu berantakan itu.
======
"Tong, cepat jemput aku. Udah siap nih", seperti biasa, Keken suka memberikan instruksi pada pacarnya itu melalui ponsel. "Aku udah siap dari tadi. Sampai bosan nunggu kamu!". Lho.., itu teriakan si ceking. Rasanya suara itu dari ruang tamu, bukan dari ponsel.
Dengan terburu-buru Keken mengambil paket yang sudah disiapkannya kemarin malam dan segera berlari ke ruang tamu. Disitu memang sudah ada si Otong yang lagi nonton tv sambil cemberut.
"Yuk, kita berangkat", ajak Keken sambil berusaha tersenyum semanis mungkin. Harap-harap si Otong menghilangkan cemberut dari wajahnya.
"Suguhin air kopi dulu kek. Apa kek. Main berangkat aja". Waduh, si ceking ini mulai merajuk deh.
"Tapi nanti kantor posnya keburu pindah. Pulang dari kantor pos, aku buatin bubur kacang ijo deh", Keken membujuk sambil menarik tangan Otong.
Otong bangkit dengan malas. "Gara-gara nunggu kamu, aku sampai terpaksa minum jamu beras kencurnya bulek langgananmu itu", Otong menggerutu.
"Koq aku gak dibangunin? Hari ini jadwalku minum jamu", Keken protes.
"Besok aku belikan jamu beras kencur satu ember untuk kamu", balas Otong sambil mendahului keluar halaman. Masih menggerutu. Keken jadi tertawa geli. Lalu mengikuti langkah Otong. Tiba-tiba Keken berhenti.
"Mahluk apa ini?", tanya Keken sambil memandangi vw kodok yang sedang diparkir di depan rumah kosnya itu. Dilihatnya Otong sudah duduk dibelakang setir. Si Ceking nemu mobil tua ini dimana ya. Masa' tukar tambah dengan sepeda motornya itu?
"Sudah 2 hari aku tidur di rumah om Agus, tetanggaku itu. Dia dan keluarga lagi berangkat ke Bekasi. Adiknya yang tinggal disana lagi melahirkan anak pertamanya. Aku dititipin rumah, juga mobil ini. Ya aku pakai aja. Lumayan, gak kehujanan", Otong menjelaskan saat mereka sudah dalam perjalanan menuju kantor pos. Keken memperhatikan semua bagian dalam mobil itu. Lumayan terawat dan bersih meskipun tetap berkesan mobil jaman perang. Bentuk joknya, benar-benar mirip mobil-mobil dalam filmnya Dick Tracy. Dulu bapaknya juga pernah punya mobil seperti ini waktu mereka masih tinggal di Semarang.
Beberapa menit kemudian mereka melewati pasar burung. .
"Gak usah mampir. Nanti aja kita beli kambing di pasar dekat kantor pos itu", ujar Otong saat melirik Keken yang sedang memperhatikan tumpukan sangkar burung di pinggir jalan. .
"Kalau cuma burung, aku juga punya" ujarnya lagi. Membuat Keken melotot sebagai tanda tidak menyukai yang baru saja dikatakan Otong. Otong jadi tertawa terbahak.
Beberapa meter dari kantor pos, kalau tidak salah ukur, ada 100 meter..., gruk..gruk.., vw kodok itu tiba-tiba tersendat-sendat jalannya. Lalu mendadak mesinnya mati. Nah lo, kenapa nih? Otong dan Keken jadi saling berpandangan. Bukan pandangan mesra, tapi pandangan bingung. Otong mencoba menghidupkan mesin mobil itu. Beberapa kali dia mainkan kunci kontak. Terdengar deruman tertahan, lalu bsss..., mesinnya mati lagi. Coba lagi, malah gak ada reaksi sama sekali. Berarti mogok total.
"Koq om Agus gak pernah bilang kalau mobilnya ini bisa mogok", Otong bergumam sambil keluar dari mobil. Gak pakai lama, dia sudah membuka kap depan. Tapi kemudian terlihat Otong celingak-celinguk melihat pada arah jalan di belakang mobil. Keken jadi heran lalu ikut keluar dan ikut juga melihat kearah jalanan itu. Gak ada apa-apa. Si Ceking ngelihat apaan sih? Keken jadi memandang heran pada pacarnya itu. Terlihat Otong sedang mencari-cari sesuatu.
“Kamu ngelihat apa sih di belakang sana?”, tanya Keken sambil menunjuk pada jalan di belakang vw kodok yang lagi mogok itu.
“Mesinnya jatuh dimana ya? Pantas mobilnya gak mau jalan”, sahut Otong masih terlihat bingung.
Keken jadi terhenyak diam. Masa’ mesinnya bisa jatuh? Dia jadi ikutan ngelihat kedalam kap depan mobil. Yang ada cuma kotak kunci pas, dongkrak, ban serep, tumpukan kain lap. Mesinnya?
“Ya ampun! Si ceking ini ngerjain aku lagi”, Keken menahan dongkolnya sambil mencubit pinggang Otong. Mahluk ceking itu menghindar sambil tertawa terkekeh-kekeh. Dari jaman nabi Adam sampai sekarang, yang namanya vw kodok biasanya tempat mesin ada di belakang. Kena lagi deh gue.
“Aku jalan ke kantor pos aja ya. Kamu betulin mesinnya. Udah dekat koq”, kata Keken sambil melangkah ke arah gedung kantor pos yang cuma beberapa meter lagi.
“Hati-hati ya, biasanya disini suka ada razia orang gila”, terdengar Otong kembali godain Keken. Cewek itu menoleh sebentar sambil memonyongkan mulutnya. Lalu kembali melanjutkan langkahnya.
======
Suasana sepi. Cuma beberapa orang aja yang ada didalam kantor pos itu. Gak tau, yang lain pada kemanaan. Mungkin udah pada belajar ngirim paket pakai sms.
Gak lama kemudian Keken sudah sibuk mengisi beberapa kolom pada formulir pengiriman. Selesai sudah. Paket yang gak sampai satu kilo beratnya itu pun sudah ditimbang juga. Tinggal ngelunasin biaya pengirimannya. Pas nerima kembalian, terdengar suara bertanya dari bapak yang dari tadi memang berdiri disebelahnya. Yang bolak-balik minta ganti formulir baru gara-gara salah nulis isiannya. Wah…, kalau ada 10 lagi orang kayak gini, kanto pos bisa bangkrut.
“Kenapa pak?”, tanya Keken pada bapak itu. Dia kurang mendengar pertanyaan itu. Maklum, telinganya agak budek belakangan ini.
“Ngirim paket kilat ya mbak”, bapak itu mengulang pertanyaannya. Mungkin sekedar mau berbasa-basi aja.
“Iya pak”, jawab Keken. Bapak itu kembali meremas dan membuang kertas formulir yang sudah separuh diisinya ke keranjang sampah. Salah isi lagi deh.
“Paket kilat itu kadang cepat nyampainya, kadang juga lambat”, jawab bapak itu sambil memilih formulir yang baru.
“Koq bisa gitu pak? Apa tergantung sama tujuan paketnya?”, tanya Keken agak tertarik. Soalnya dia baru aja menggunakan pengiriman paket kilat.
“Bukan tergantung sama tujuannya, tapi tergantung dengan cuaca”, jawab bapak itu pelan, tapi jelas terdengar di telinga Keken.
“Koq bisa tergantung sama cuaca sih? Apa hubungannya?”, Keken jadi heran.
“Lha iya lah. Kalau cuacanya cerah, paketnya malah terlambat sampai ke tujuan”, jawab si bapak.
“Lho.., mestinya malah cepat sampai. Cuaca cerah berarti semua bisa lancar. Penerbangan atau pelayaran yang membawa paket itu gak mengalami hambatan”, Keken mulai ngeyel.
“Justru kalau cuaca lagi hujan, paketnya cepat sampai ke tujuan. Namanya juga paket kilat. Nah…, kalau cuaca cerah, gimana mau cepat nyampai, wong gak ada kilat sama sekali”, bapak itu menyerahkan form pengiriman yang sudah selesai diisinya. Hehehe…, akhirnya ada yang selamat juga tuh kertas formulir.
Glek. Keken terhenyak seketika. Busyet, hari ini sudah ada 2 orang gila yang ngerjain aku, rutuk Keken sambil ngeloyor ninggalin kantor pos. Biar aja si bapak jadi gila sendirian. Koq malah mau ngajak-ngajak aku jadi gila.
Begitu sampai di depan, sudah ada si Otong menunggu dengan vw kodoknya om Agus. Hari masih panjang. Harus bertemu dengan berapa orang gila lagi di sisa hari ini?
Bagikan : | Tweet |
Posting Komentar