"Kamu lihat bintang itu?", tanyaku sambil menunjuk rasi bintang pari itu. Tanpa menoleh aku tahu kalau dia mengangguk. "Orang bilang itu bintang layang-layang. Malam ini bintang itu bisa dilihat dari daerah mana saja di Indonesia. Juga dari kampungmu. Mungkin ibumu melihat bintang itu juga sekarang. Sama seperti kamu". Dia mulai menoleh kearahku.
"Sepertinya ibumu berfikir mungkin sekarang anaknya sedang melihat bintang itu juga".
Dia masih diam dan kembali melihat keatas, ke rasi bintang pari itu.
"Bintang itu jauh, kata ibumu dalam hati. Jauh seperti anaknya yang sekarang ada disini. Ibumu tidak tahu sedang apa kamu disini, karena itu dia berfikir bahwa sekarang kamu sedang memandang bintang layang-layang itu. Pasti anakku sedang istirahat setelah pulang kerja sambil memandang bintang layang-layang. Duduk di bangku halaman seperti aku. Mungkin itu kata ibumu. Aku tidak tahu, apa dia memang bilang begitu. Nanti tanya saja sama ibumu kalau bertemu dia", aku terus saja bicara padanya tanpa menoleh.
Aku mulai mendengar dia menangis pelan. Dia mencoba menahan agar suara itu tidak keluar, tapi aku masih bisa mendengarnya. Dan selanjutnya aku sudah hapal apa yang harus aku dengar darinya. Meskipun berulang kali aku bilang tidak ada yang menyalahkannya. Karena aku tahu dia pun tidak suka menjadi seperti itu. Tidak seharusnya orang selalu menyalahkan masa lalu. Kata orang, untuk bisa memulai hari yang baru, orang harus bisa memaafkan dan melupakan masa lalunya.
Sebelum tengah malam, aku sudah meninggalkan rumah itu. Mudah-mudahan malam ini rumah itu bisa beristirahat. Aku sudah menunggunya hingga dia tertidur setelah lelah menangis.
Terkadang aku membutuhkan dunia yang lain sebagai tempat pencarian. Berhenti sebentar untuk tidak hanya mendengar obrolan dari mulut "gadis baik-baik" yang sibuk bercerita tentang keinginannya, cita-citanya, rencana masa depannya. Selalu tentang dirinya sendiri. Dunia ini adalah tentang dirinya. Tidak untuk dibagi. Tapi memang begitu, selalu ada dunia yang lain lagi.
Aku menoleh kebelakang, kearah rumah itu. Lampu kamar sudah dipadamkan. Aku bernafas lega. Malam ini dia bisa tidur nyenyak dan mimpi indah. Bukan tidur pagi atau tidur siang. Rumah itu pun bisa beristirahat malam ini. Besok malam rumah itu akan kembali pada kehidupannya. Entah sampai kapan. Bagi mereka, masa lalu akan selalu bergandengan tangan dengan hari ini. Masa lalu adalah alasan untuk melanjutkan cerita hari ini.
Begitulah kehidupan, aku menggumam sambil menggelengkan kepala. Terus berjalan membelah malam. Pulang ke duniaku.
=======================================
Cerita dari seorang teman di penghujung Juni 2006.
Bagikan : | Tweet |
Posting Komentar